JAKARTA, - Sering kita
mendengarkan tentang pasar, pasar yaitu salah satu tempat penjual maupun
pembeli bertranksaksi menjual brang dan jasa. Pasar dibuka pada pagi tetapi
pasar inidi buka pada malam hari hari disebut pasar malam
Minggu, 17 November 2013
Sabtu, 09 November 2013
Mengomentari tokoh politik
Ada Upaya Menabok Ahok Melalui FPI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sering kali kita mengetahui Wakil Gubernur DkI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama atau Ahok yang biasanya mengomentari tenta kemacetan maupum
banjiri di Jakarta tetapi hal ini beda dengan kita lihat Gubernur DKI Jakarta
ini ingin adanya upaya ditabok oleh FTI.
Wakil
Gubernur DKI Jakarta binggung dengan tindakan FTI karena sebelumnya menurut
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus di bibarkan tetapi sekarang untuk
bekerja sma
POKOK MASALAH
Pernyataan
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi agar setiap pemerintah daerah bekerja sama
dengan semua organisasi kemasyarakatan (Ormas), tak terkecuali Front Pembela
Islam (FPI) memunculkan tanda tanya.
Tak hanya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengaku bingung dengan pernyataan Gamawan itu. Sejumlah pengamat politik, politikus dan juga ormas besar seperti Muhammadiyah pun mempertanyakan.
Tak hanya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengaku bingung dengan pernyataan Gamawan itu. Sejumlah pengamat politik, politikus dan juga ormas besar seperti Muhammadiyah pun mempertanyakan.
Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada, Ari Dwipayana,
menilai sikap Gamawan terlalu berlebihan dan mengintervensi kepala daerah.
Ari mengatakan ada benang merah kalau Gamawan ingin merangkul ormas Islam yang radikal. Dia mencontohkan ketika Gamawan juga ikut berkomentar masalah Lurah Susan. Dan sekarang ini soal kerja sama kepala daerah dengan FPI.
Ari mengatakan ada benang merah kalau Gamawan ingin merangkul ormas Islam yang radikal. Dia mencontohkan ketika Gamawan juga ikut berkomentar masalah Lurah Susan. Dan sekarang ini soal kerja sama kepala daerah dengan FPI.
TEORI PEMBAHASAN
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik
adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Di
samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam
konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga
tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
Seorang
politikus (jamak: politisi) adalah seorang yang
terlibat dalam politik,
dan kadang juga termasuk para ahli politik. Politikus
juga termasuk figur politik yang ikut
serta dalam pemerintahan.
Dalam
demokrasi
Barat, istilah ini biasa terbatas kepada mereka yang menjabat atau sedang
mencoba mendapatkannya daripada digunakan untuk merujuk kepada para ahli yang
dipekerjakan oleh orang-orang yang tersebut di atas. Perbedaan seperti ini
tidak begitu jelas jika kita berbicara tentang pemerintahan yang
non-demokratis.
Dalam
sebuah negara,
para politikus membentuk bagian eksekutif dari sebuah pemerintah dan kantor sang pemimpin
negara serta bagian legislatif, dan pemerintah di tingkat regional dan lokal.
Badan-badan pemerintah lainnya seperti bagian yudikatif,
penegakan hukum, dan militer umumnya tidak dianggap politisi meski mereka terlibat
dalam tugas pemerintah.
KESIMPULAN
Solusi
Solusi untuk masalah ini
yaitu dengan adanya pertemuan atara kedua belah pihak untuk meluruskan agar
tidak terjadinya kesalahpahaman anatara FTI denga Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama.
Minggu, 03 November 2013
Penulisan Feature
Feature bertujuan untuk
menghibur dan mendidik melalui explorasi elemen-elemen manusiawi
(human interest).
Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.
Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.
Sambil tetap mempertahankan elemen
penulisan berita tradisional (5W + 1H) feature juga bisa berfungsi
sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan
sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh
perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur,
juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.
Contoh pentingnya feature:
Menjelang akhir bulan ke 3
penyerbuan tentara Sekutu ke Irak, pembaca/pemirsa media massa yang
sudah tiap hari disajikan berita-berita perang itu mulai jenuh.
lead-lead yang berisi jumlah korban atau kerusakan akibat perang,
seolah makin tidak berarti. Menjadi hambar.... rating berita perang
itu terus menurun. Nah, jika redaksi ingin menggugah lagi perhatian
publik terhadap perang itu, dengan segala kekejaman dan kerusakan
yang diakibatkannya, salah satu yang bisa digunakan adalah: Feature!
Bisa tentang anak-anak yang terlunta-lunta di jalan-jalan kota yang
diamuk perang, tentang duka seseorang yang harus mengubur sebagian
besar `anggota keluarganya, dll.
Meski umumnya enak dibaca, dan karenanya menghibur, feature kadang sarat dengan kadar keilmuan -- cuma pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang dihasilkan dari pengumpulan bahan yang mendalam.
Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak melainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan latar belakang peristiwa.
APAKAH FEATURE ITU?
Inilah batasan klasik mengenai feature: ''Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.''
Kreatifitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter ''menciptakan'' sebuah cerita. Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat -- karangan fiktif dan khayalan tidak boleh -- reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter ''menciptakan'' sebuah cerita. Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat -- karangan fiktif dan khayalan tidak boleh -- reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.
Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah museum atau kebun binatang yang terancam tutup.
Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam
bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah museum atau kebun binatang yang terancam tutup.
Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam
bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.
Menghibur
Lebih dari 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika. Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa ''mengalahkan'' wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian -- setelah koran diantar.
Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya dari radio.
Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.
Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa membuat pembaca tertawa tertahan.
Seorang reporter bisa menulis ''cerita berwarna-warni'' untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.
Lebih dari 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika. Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa ''mengalahkan'' wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian -- setelah koran diantar.
Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya dari radio.
Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.
Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa membuat pembaca tertawa tertahan.
Seorang reporter bisa menulis ''cerita berwarna-warni'' untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.
A w e t
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali ''punah'', tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berbulan bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ''naskah berlebih'' – kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.
Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.
Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali ''punah'', tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berbulan bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ''naskah berlebih'' – kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.
Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.
Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.
Subyektifitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk ''aku'', sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya bisa enak dibaca.
Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya ''aku''.
Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: ''Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.''
Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting -- fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, disamping tetap tidak meninggalkan unsur informatifnya). Karena penekanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna.
MENCARI GAGASAN DAN JENIS-JENIS FEATURE
Ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Kita bisa menggali ide dengan menengok beberapa jenis feature di bawah ini
1. Feature kepribadian (Profil) : Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter
manusia itu.
Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.
Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot
tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar
identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.
2. Feature sejarah : Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.
Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.
Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.
Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.
3. Feature Petualangan : Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan -- mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia pengalaman ikut dalam peperangan.
Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi -- momen yang paling menarik dan paling dramatis.
4. Feature Musiman : Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hari raya itu.
5. Feature Interpretatif :Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terorisme.
Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.
6. Feature Kiat (how-to-do-it feature) : Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya.
Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca -- memberikan opini mereka sendiri -- bukannya mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.
Beberapa feature ditulis dalam bentuk ''aku'', sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya bisa enak dibaca.
Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya ''aku''.
Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: ''Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.''
Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting -- fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, disamping tetap tidak meninggalkan unsur informatifnya). Karena penekanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna.
MENCARI GAGASAN DAN JENIS-JENIS FEATURE
Ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Kita bisa menggali ide dengan menengok beberapa jenis feature di bawah ini
1. Feature kepribadian (Profil) : Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter
manusia itu.
Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.
Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot
tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar
identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.
2. Feature sejarah : Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.
Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.
Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.
Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.
3. Feature Petualangan : Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan -- mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia pengalaman ikut dalam peperangan.
Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi -- momen yang paling menarik dan paling dramatis.
4. Feature Musiman : Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hari raya itu.
5. Feature Interpretatif :Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terorisme.
Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.
6. Feature Kiat (how-to-do-it feature) : Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya.
Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca -- memberikan opini mereka sendiri -- bukannya mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.
Note: Bercerita!
Hidupkan imajinasi pembaca!
Jika dalam penulisan
berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta (Masih ingat?
struktur piramida terbalik dengan penempatan hal terpenting di
atas!), maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik
''mengisahkan sebuah cerita''. Memang itulah kunci perbedaan antara
berita ''keras'' (spot news) dan feature. Penulis feature pada
hakikatnya adalah seorang yang berkisah.
Melukislah dengan kata-kata! Penulis feature melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.
Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu. Konsep ''piramida terbalik'' sering ditinggalkan. Terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.
Melukislah dengan kata-kata! Penulis feature melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.
Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu. Konsep ''piramida terbalik'' sering ditinggalkan. Terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.
Elemen Feature
Terpenting: Deskripsi dan Narasi
(LUKISKAN, BUKAN
KATAKAN!)
Pernahkah Anda membaca sebuah tulisan
dan sampai bertahun kemudian mengingat deskripsi dalam tulisan
itu?
Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis: esai, artikel, feature, berita, cerpen, novel atau puisi.
Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?
Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep "Show-Not-Tell" atau "Lukiskan, bukan Katakan". Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.
Perhatikan kalimat ini: "Nasib nenek itu sangat malang"
Kalimat "mengatakan/telling" di atas bisa diubah menjadi paragraf "melukiskan/showing" seperti paragraf di bawah ini:
Umurnya 60 tahun. Dia hidup sebatang kara. Para tetangganya, orang-orang papa yang tinggal di gubuk kardus perkampungan liar-kumuh Kota Bandung, mengenalnya dengan nama sederhana: "Emak". Tidak ada yang tahu nama aslinya. Awal pekan ini, Emak ditemukan meninggal, tiga hari setelah para tetangganya melihatnya hidup terakhir kali. "Sejak Jumat pekan lalu, Emak tidak pernah kelihatan," kata seorang tetangganya. "Saat gubuknya dilongok, Emak sudah terbujur kaku di dalam."
Jika kita menggunakan konsep "Show Not Tell", paragraf-paragraf akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang.
HINDARI KATA KETERANGAN/KATA SIFAT
Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis: esai, artikel, feature, berita, cerpen, novel atau puisi.
Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?
Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep "Show-Not-Tell" atau "Lukiskan, bukan Katakan". Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.
Perhatikan kalimat ini: "Nasib nenek itu sangat malang"
Kalimat "mengatakan/telling" di atas bisa diubah menjadi paragraf "melukiskan/showing" seperti paragraf di bawah ini:
Umurnya 60 tahun. Dia hidup sebatang kara. Para tetangganya, orang-orang papa yang tinggal di gubuk kardus perkampungan liar-kumuh Kota Bandung, mengenalnya dengan nama sederhana: "Emak". Tidak ada yang tahu nama aslinya. Awal pekan ini, Emak ditemukan meninggal, tiga hari setelah para tetangganya melihatnya hidup terakhir kali. "Sejak Jumat pekan lalu, Emak tidak pernah kelihatan," kata seorang tetangganya. "Saat gubuknya dilongok, Emak sudah terbujur kaku di dalam."
Jika kita menggunakan konsep "Show Not Tell", paragraf-paragraf akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang.
HINDARI KATA KETERANGAN/KATA SIFAT
Feature yang bagus memaparkan soal yang kongkret dan spesifik. Salah satu caranya adalah dengan menghindari kata-kata sifat seperti tinggi, kaya, cantik, dan kata tak tidak spesifik, cukup besar, lumayan heboh, keren abis.
''Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda,'' kata pujangga Prancis Voltaire.
Contoh:
1. Konser Peterpan itu heboh banget.
kata sifat "Heboh banget" akan lebih kongkret dan spesifik jika "dilukiskan" sebagai berikut:
Konser Peterpan di Gelanggang Senayan dihadiri oleh 50.000 penonton. Tiket seharga Rp 200 sudah habis ludes sebulan sebelum pertunjukan. Penonton yang rata-rata siswa SMP dan SMA berdesak-desakan. Duapuluh orang pingsan, ketika para penonton berjingkrak mengikuti lagu "Ada Apa Denganmu".
2. Ahmad seorang petani miskin.
Deskripsikan pernyataan Ahmad yang miskin dengan: Ahmad tinggal bersama seorang istri dan anaknya di gubuk beratap
rumbia. Tiap hari mereka hanya bisa makan sekali, itupun nasi jagung tanpa lauk.
3. Mak Munah marah besar.
Tanpa perlu menyebut Mak Munah marah besar, tapi:
"Pemerintah zalim!" geram Mak Munah, istri seorang nelayan yang suaminya tak bisa ke laut karena kanaikan harga solar.
STRUKTUR PENULISAN FEATURE
Lead
Mari kita tinggalkan definisi apa itu
feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih
penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik
piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why,
when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana).
Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.
Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.
Semua bagian dalam feature itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:
Lead Ringkasan:
Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.
Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.
Semua bagian dalam feature itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:
Lead Ringkasan:
Lead ini hampir sama saja dengan berita
biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature
menulis lead gaya ini karena gampang.
Misal:
Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.
Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat -- apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu -- bisa melewatkan begitu saja.
Lead Bercerita:
Misal:
Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.
Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat -- apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu -- bisa melewatkan begitu saja.
Lead Bercerita:
Lead ini menciptakan suatu suasana dan
membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.
Misal:
Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor... Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu .....
Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.
Misal:
Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor... Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang sekejap itu .....
Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.
Lead Deskriptif:
Lead ini menceritakan gambaran dalam
pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi
oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang.
Misal:
Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani .....
Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.
Lead Kutipan:
Misal:
Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani .....
Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.
Lead Kutipan:
Lead ini bisa menarik jika kutipannya
harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak
klise.
Misal:
"Saya lebih baik segera dihukum mati, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah," kata Amrozi Walau begitu, tim pembelanya tetap mengajukan grasi... dan seterusnya.
Terkait dengan perihal kutipan ini (dalam lead atau bukan lead) hati-hati dengan kutipan klise.
Contoh:
"Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat bersama," kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.
Lead Pertanyaan:
Misal:
"Saya lebih baik segera dihukum mati, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah," kata Amrozi Walau begitu, tim pembelanya tetap mengajukan grasi... dan seterusnya.
Terkait dengan perihal kutipan ini (dalam lead atau bukan lead) hati-hati dengan kutipan klise.
Contoh:
"Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya sudah kita lihat bersama," kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik.
Lead Pertanyaan:
Lead ini menantang rasa ingin tahu
pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja.
Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat
berikutnya sudah alinea baru.
Misal:
Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan ....
Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.
Lead Menuding:
Misal:
Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan ....
Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.
Lead Menuding:
Lead ini berusaha berkomunikasi
langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata "Anda"
atau "Saudara". Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian
cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan.
Misal:
Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Apakah Saudara menyetop bus kota tidak pada tempat larangan menaikkan penumpang? Dan, ketika tidak menemukan tong sampah apakah Saudara menyimpan atau mengantongi kulit kacang yang sudah siap Saudara buang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.
Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.
Lead Penggoda:
Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Apakah Saudara menyetop bus kota tidak pada tempat larangan menaikkan penumpang? Dan, ketika tidak menemukan tong sampah apakah Saudara menyimpan atau mengantongi kulit kacang yang sudah siap Saudara buang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.
Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.
Lead Penggoda:
Lead ini hanya sekadar menggoda dengan
sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak
sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu,
cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki.
Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.
Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini? Alinea berikutnya:
Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran.... dan seterusnya.
Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.
Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat.
Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini? Alinea berikutnya:
Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran.... dan seterusnya.
Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.
Lead Nyentrik:
Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa
berbentuk puisi atau sepotong
kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.
Misal:
Reformasi total.
Mundur. Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.
Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman
gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat .... dst....
Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.
kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.
Misal:
Reformasi total.
Mundur. Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.
Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman
gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat .... dst....
Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.
Lead Gabungan:
Ini adalah gabungan dari beberapa jenis
lead tadi.
Misal:
"Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti," kata Menteri Hukum dan HAM sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki sisiran rambutnya. Ia berusaha tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: "Eh, sudah nonton film Sam Po Kong belum, nonton ya ...
Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.
Batang Tubuh
Misal:
"Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti," kata Menteri Hukum dan HAM sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki sisiran rambutnya. Ia berusaha tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: "Eh, sudah nonton film Sam Po Kong belum, nonton ya ...
Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.
Batang Tubuh
Setelah tahu bagaimana lead yang baik
untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang tubuh. Yang
pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang.
Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan
pendek-pendek.
Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan.
Tapi tak bisa dijejal begini:
Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan. Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis: Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota....
Di bagian lain disebut: "Saya tidak mengharapkan," kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.
Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6
melimeter..., apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main.
Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.
Ending
Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan.
Tapi tak bisa dijejal begini:
Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan. Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis: Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota....
Di bagian lain disebut: "Saya tidak mengharapkan," kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.
Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6
melimeter..., apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main.
Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.
Ending
Jika batang tubuh sudah selesai,
tinggallah membuat penutup (dalam berita tidak ada penutup). Untuk
feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.
Penutup Ringkasan:
Penutup Ringkasan:
Sifatnya merangkum kembali
cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau
lead.
Penutup Penyengat:
Penutup Penyengat:
Membuat pembaca kaget karena sama
sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya,
menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah
melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah
datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending
feature-nya adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali.
Ending ini disimpan sejak tadi.
Penutup Klimak:
Penutup Klimak:
Ini penutup biasa karena cerita yang
disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa
lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata
saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah
bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.
Penutup tanpa Penyelesaian:
Penutup tanpa Penyelesaian:
Cerita berakhir dengan mengambang. Ini
bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan
sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung,
masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan.
Rabu, 02 Oktober 2013
Komunikasi Politik
Pengertian Komunikasi
Komunikasi Politik
adalah setiap penyampaian pesan yang disusun secara sengaja untuk mendapatkan
pengaruh atas penyebaran atau penggunaan power di dalam masyarakat yang di
dalamnya mengandung empat bentuk komunikasi, yaitu : (a) Elite Communication,
(b) Hegemonic Communication, (c) Petitionary Communication, dan (d)
Associational Communication. (INT’L ENCYL OF Communication, 1989)
Mueller (1973:73)
mengetengahkan bahwa Komunikasi Politik didefinisikan sebagai hasil yang
bersifat politik apabila menekankan pada hasil. Sedangkan definisi Komunikasi
Politik jika menekankan pada fungsi komunikasi politik dalam sistem politik,
adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem
tersebut dengan lingkungannya.
Almond dan Powell
mendefinisikan Komunikasi Politik sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan
rekruitmen yang terdapat di dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik
merupakan prasyarat (prerequisite) bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang
lain.
Dr. Rusadi Kartaprawira,
SH – Komunikasi politik dilihat dari kegunaannya yaitu untuk menghubungkan
pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik intra golongan, institusi,
asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik pemerintah.
Beberapa ilmuan melihat
Komunikasi Politik sebagai suatu pendekatan dalam pembangunan politik.
Komunikasi Politik meletakkan basis untuk menganalisis permasalahan yang muncul
dan berkembang dalam keseluruhan proses dan perubahan politik suatu bangsa.
Maswadi Rauf melihat komunikasi politik dari dua dimensi,
yaitu komunikasi politik sebagai sebuah kegiatan politik dan sebagai kegiatan
ilmiah.
Komunikasi sebagai
kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh
aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena
dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Sedangkan sebagai kegiatan
ilmiah, komunikasi politik adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem
politik (Rauf, 32 – 33).
Astrid S. Soesanto
dalam buku Komunikasi Sosial di Indonesia mengangkat suatu formulasi pengertian
komunikasi politik yang hampir diwarnai kajian ilmu hukum. Hal ini tampak dari
kalimat yang diturunkan dalam formulasi pengertiannya. Menurut Astrid
komunikasi politik adalah komunikasi diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi
ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama
oleh lembaga-lembaga politik”.
Roelofs mengangkat buah
pikirannya tentang komunikasi politik dalam kalimat sederhana yang menyatakan
bahwa komunikasi politik adalah pembicaraan tentang politik atau kegiatan
politik adalah berbicara.
Gabriel Almond (1960)
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada
dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political
system, political socialization and recruitment, interest articulation,
interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are
performed by means of communication.”
Apa yang dikemukakan
oleh para pakar tersebut di atas cukup untuk memberi pedoman dalam membentuk
suatu pengertian tentang apa itu politik. Format pengertian itu semua muncul
dalam visi (sisi pandang) beragam sesuai disiplin ilmu yang
melatarbelakanginya.
Miriam Budiardjo -
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa –”penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan
“perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi
public policy.
Pola-pola Komunikasi
Politik
1. Pola
komunikasi vertikal (top down, dari pemimpin kepada yang dipimpin)
2. Pola
komunikasi horizontal (antara individu dengan individu, kelompok dengan
kelompok)
3. Pola
komunikasi formal (komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal)
4. Pola
komunikasi informal ( komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka, tidak
mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola-pola komunikasi politik
1. Faktor
fisik (alam)
2. Faktor
teknologi
3. Faktor
ekonomis
4. Faktor
sosiokultural (pendidikan, budaya)
5. Faktor
politis
Saluran Komunikasi
Politik
1. Komunikasi
Massa yaitu komunikasi ’satu-kepada-banyak’
Contoh : komunikasi
melalui media massa.
1. Komunikasi
Tatap Muka yaitu dalam rapat umum, konferensi pers, dan Komunikasi Berperantara
yaitu ada perantara antara komunikator dan khalayak, contoh TV.
2. Komunikasi
Interpersonal yaitu komunikasi ’satu-kepada-satu’ contohnya door to door visit,
temui publik atau Komunikasi Berperantara yaitu pasang sambungan langsung
‘hotline’ buat publik.
3. Komunikasi
Organisasi yaitu gabungan komunikasi ’satu-kepada-satu’ dan
’satu-kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka, contohnya diskusi tatap muka
dengan bawahan/staf dan Komunikasi Berperantara contohnya pengedaran
memorandum, sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya.
Komponen-komponen
Sistem Komunikasi Politik
1. Lembaga-lembaga
politik dalam aspek-aspek komunikasinya
2. Institusi-institusi
media dalam aspek-aspek politiknya
3. Orientasi
khalayak terhadap komunikasi politik
4. Aspek-aspek
budaya politik yang relevan dengan komunikasi. (Gurevitch dan Blumler)
Sumber
(komunikator) dalam komunikasi politik
Individual
|
Kolektif
|
Pejabat (birokrat)
|
Pemerintah (birokrasi)
|
Politisi
|
Partai politik
|
Pemimpin opini
|
Organisasi kemasyarakatan
|
Jurnalis
|
Media massa
|
Aktivis
|
Kelompok penekan
|
Lobbyist
|
Kelompok elite
|
Pemimpin
|
Badan/perusahaan komunikasi (media massa)
|
Komunikator profesional
|
Komunikator Politik
1. Politisi,
komunikator profesional, atau aktivis merupakan komunikator kunci dalam
komunikasi politik
2. Para
politisi mewakili aktor yang berusaha memajukan kelompoknya
Daftar Pustaka :
Brian McNair, An
Introduction to Political Communication, Third Edition (New York: Routledge,
2003).
Dan Nimmo,
Communication Yearbook 4 (New Jersey: ICA, 1980).
Dan Nimmo, Komunikasi
Politik; Komunikator, Pesan dan Media (Bandung: Rosdakarya, 2005).
Lynda Lee Kaid,
Handbook of Political Communication Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, 2004).
Richard M. Perloff,
Political Communication; Politic, Press and Public in America (New Jersey:
Lawrence Erlbaum, 1998).
Rabu, 25 September 2013
bahasa jurnalistik
Setiap hari kita
membaca berita surat kabar, tabloid, dan majalah. Kita mengikuti siaran berita
dari Radio. Setiap saat, kita menyaksikan tayangan televisi yang melaporkan
berbagai peristiwa yang terjadi diberbagai belahan bumi. Semua berita dan
laporan itu, disajikan dalam bahasa yang mudah kita pahami.
Dengan demikian,
bahasa yang digunakan para artis kita dalam tayangan-tayangan acara sinetron
atau kuis pada televisi, tidak termasuk ke dalam bahasa jurnalistik.
Berbeda dengan bahasa
sinetron yang sering asosial, akultural, egois dan elitis, bahasa jurnalistik
justru sangat demokratis dan populis. Disebut demokratis,
karena dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal istilah tingkat, pangkat, dan
kasta. Sebagai contoh, kucing makan, saya makan, guru makan,
dosen makan, gubernur makan, menteri makan, presiden makan,
Semua diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan
derajatnya. Disebut populis, karena bahasa jurnalistik menolak semua
klaim dan paham yang ingin membedakan si kaya dan si miskin, si tokoh dan si
awam, si pelajar dan si jelata, si pintar dan si bodoh, si terpelajar dan si
kurang ajar. Bahasa jurnalistik diciptakan untuk semua lapisan masyarakat di
kota dan di desa, di gunung dan di lembah, di darat dan di laut, tidak ada satu
pun kelompok masyarakat yang dianakemaskan atau dianaktirikan oleh bahasa
jurnalistik.
Secara etimologis,
jurnalistik berasal dari kata journ berarti catatan atau laporan harian.Secara
sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan berita
untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.
Onong Uchjana
Effendy, menyatakan jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola
berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada
khalayak.
AS Haris Sumadiria, mendefinisikan
jurnalistik itu sebagai sebuah kegiatan yang menyiapkan, mencari, mengumpulkan,
mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada
khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
“Jadi, jurnalistik dapat dipahami sebagai proses kegiatan meliputi, menghimpun,
mencari fakta, membuat dan menyebarluaskan peristiwa (news) dan pandangan
(views) kepada khalayak melalui saluran media massa.”
Seorang jurnalis senior dari
salah satu surat kabar tertua dan terkemuka di Indonesia menyebutkan, bahasa
ragam jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang
mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata popular yang
merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari, tidak menggunakan susunan
yang kaku formal dan sulit dicerna. Susunan kalimaat jurnalistik yang baik akan
menggunakan kata-kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana serta isi
pesannya. Bahkan nuansa yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu
diperhitungkan.
Seorang jurnalis harus
terampil berbahasa, keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu
keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking
skill), keterampilan membaca (reading skill), dan
keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan ini
sangat perlu dimiliki oleh seorang jurnalis, karena dengan
keterampilan-keterampilan tersebut seorang jurnalis dapat mendapatkan sebuah
berita yang akurat, terpercaya dan actual, sehingga berita tersebut mudah
dipahami oleh masyarakat luas. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.
Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan
pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik
dan banyak berlatih.
Peran bahasa sangat strategis seperti
ditegaskan oleh Benjamin L. Whorf, bahasa adalah pandu realitas social.
Pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda
pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula.
Ada beberapa defenisi bahasa jurnalistik
menurut para ahlinya, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria, sebagai
berikut:
a. Dalam pemahaman wartawan senior
terkemuka Rosihan Anwar, menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh wartawan
dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers adalah salah satu
ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat yang khas yaitu: singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik harus
menggunakan bahasa baku, memperhatikan ejaan yang benar, dan menggunakan kosa
kota yang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
b. Menurut S. Wojowasito dari IKIP Malang
dalam karya Latihan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (KLW PWI) di
Jawa Timur (1978), bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai
tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu
bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran
intelek yang minimal, sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat
menikmati isinya. Bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan
norma-norma tata bahasa yang terdiri atas susunan kalimat yang benar dan
pilihan kata yang cocok.
c. Menurut JS. Bdudu, bahasa
jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik.
Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media massa
dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Orang
tidak harus menghabiskan waktunya hanya untuk membaca surat kabar. Harus lugas,
tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa
yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar
itu.
“Dari beberapa pendapat di atas maka
bahasa jurnalistik dapat didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para
wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan,
memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan
yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami
isinya akan cepat ditangkap maknanya.”
B.
FUNGSI
BAHASA JURNALISTIK
Menurut pakar
jurnalistik, fungsi bahasa jurnalistik itu memiliki empat fungsi, yaitu:
1. Sarana ekspresi diri
Sarana ekspresi diri berfungsi untuk
menyatakan segala sesuatu yang ada di dalam dada kita
secara terbuka terhadap orang lain.
2. Sarana komunikasi
Sarana komunikasi
berfungsi sebagai saluran untuk merumuskan maksud, menyatakan perasaan dan
menciptakan kerja sama dengan sesama, bahasa jurnalistik mengatur aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan, menganalisis masa lalu
untuk memperoleh hasil yang berguna di masa sekarang dan masa depan.
3. Sarana integrasi dan adaptasi sosial
Sarana
integrasi dan adaptasi sosial berfungsi sebagai pemersatu antar kelompok
sosial, penunjang pembauran yang sempurna untuk setiap individu, bahasa
jurnalistik membantu orang-orang menyesuaikan diri dalam masyarakat.
4. Sarana kontrol sosial
Kontrol
sosial adalah usaha untuk memengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk
masyarakat.
C. KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK
Bahasa jurnalistik
memiliki ciri-ciri yang berbeda dari bahasa-bahasa yang lain, sebagai berikut:
1. Sederhana
1. Sederhana
Sederhana
Artinya selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak
diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang heterogen. Sehingga dengan kata
atau kalimat tersebut mudah dipahami khalayak.
Contoh :
Saya mengenakan
alas kaki saat pergi ke kampus (TIDAK UMUM)
Saya mengenakan sepatu
saat pergi ke kampus (UMUM)
Contoh 2 :
Saya menbeli balpoint
ke warung (TIDAK UMUM)
Saya membeli pulpen ke warung
(UMUM)
Orang-orang lebih menggunakan
kata pulpen untuk digunakan, dari pada balpoint, begitu juga dengan alas kaki,
yang mudah dipahami adalah kata sepatu, atau sandal.
2. Singkat
Singkat
berarti langsung kepada pokok permasalahan (to the point), tidak
bertele-tele dan tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang
sangat berharga.
Contoh :
Pedagang itu
mengalami kerugian besar
Pedagang
itu rugi besar
Harga premium
mengalami penurunan
Harga
premium turun
disingkat
disingkat
menjadi
|
Baju Ardi tidak bersih
Baju
Ardi kotor
Dewi memakai
jilbab
Dewi
Berjilbab
Ia mempunyai penilaian
berbeda
Ia Mempunyai
pendapat
3. Padat
3. Padat
Mencari kata yang
bisa memadat kalimat.
Menjadi
|
Contoh :
Menjadi
|
Tidak untung rugi
Menjadi
|
Petani sulit mendapatkan
pupuk
Petani langka pupuk
Menjadi
|
Yusril siap
mencalonkan diri menjadi Presiden Yusril siap jadi
presiden
Presiden pergi ke London menggunakan pesawat
terbang Presiden terbang ke London.
4. Lugas
4. Lugas
Artinya
bahasa yang digunakan haruslah tegas, jelas alias to the point(langsung
pada pokok pembahasan), tidak ada yang disembunyikan. Biasanya penggunaan
bahasa yang tidak lugas terdapat pada lirik-lirik lagu.
Contoh :
Aku mencoba berpaling pada makhluk indah lainnya, namun aku tak bias
5. Jelas
5. Jelas
Artinya mudah ditangkap
maksudnya, tidak baur atau kabur
Harusnya
|
Contoh :
Seminar itu hasilnya
dipublikasikan Hasil
seminar itu dipublikasikan
Harusnya
|
Obat itu khasiatnya sangat
bagus
Khasiat obat itu sangat bagus
6. Jernih
6. Jernih
Artinya tidak menyembunyikan
makna lain
Contoh :
Karna tidak membayar SPP, Dhoni dikartu merah oleh pihak sekolah.
Menjadi
Karna tidak membayar SPP,
Dhoni “dikartu merah” oleh pihak sekolah.
Berbeda dengan makna
kata kartu merah berikut ini :
C.Ronaldo mendapatkan
kartu merah pada menit ke sembilan (kata kartu merah tersebut mutlak sebuah
karti berwarna merah)
(karna
kata kartu merah pada kalimat tersebut memiliki makna lain, maka kata kartu
merah mesti memakai tanda petik.
7. Menarik
7. Menarik
Artinya mampu
membangkitkan minat dan perhatian pembaca, memicu selera pembaca.
Contoh :
Persib mengalahkan persija (bahasanya
diganti agar lebih menarik. menjadi Persib membantai persija
8. Demokratis
8. Demokratis
Bisa juga disebut bahasa yang
egaliter, yaitu memberlakukan semua orang sama
Tidak
|
Contoh :
Menurut Haris” …(√ ) Menurut
Pak Haris”….(X) (walaupun dalam lingkungan sehari-hari Pak haris adalah Bapak
atau Dosen kita sekali pun.)
9. Populis
9. Populis
Bahasa
jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan
masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis, yaitu bahasa yang hanya dimengerti
dan dipahami oleh segelintir kecil orang saja terutama karena berpendidikan dan
berkedudukan tinggi.
Biasanya bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang teknik ilmiah, atau kata-kata sandi yang digunakan hanya pada kalangan kelompok, lapisan atau bahkan geng tertentu.
Biasanya bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang teknik ilmiah, atau kata-kata sandi yang digunakan hanya pada kalangan kelompok, lapisan atau bahkan geng tertentu.
Contoh :
koab komah
kojal koal(geng pak Asep)
Hukuman yang
diterimanya merupakan konsekuensi dari kesalahannya
Menurut hipotosa
saya, pembangunan PLTSa tidak perlu dilakukan
10.
Logis
Bahasa yang digunakan
harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat
Contoh :
Jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang,
namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor. (jawabannya tentu saja
sangat tidak logis, karna mana mungkin korban yang sudah tewas bisa melapor?.
11.
Gramatikal
Artinya
kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus
mengikuti kaidah tata bahasa baku, yaitu bahasa resmi sesuai dengan ketentuan
tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan.
Contoh :
Ia bilang (non baku/TIDAK
GRAMATIKAL)
Ia
mengatakan (baku /GRAMATIKAL)
12.
Menghindari
kata tutur
Kata
tutur Yaitu kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara
informal. Kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal,
bus kota, atau dipasar. Kata tutur hanya menekankan pada pengertian, sama
sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata
tutur: bilang, dibilangin, bikin, dikasih tahu, kayaknya,
mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin dan
lain-lain.
Contoh :
Harga
kopi tersebut Rp. 1500 (X)
Harga kopi
itu seribu lima ratus rupiah (√ )
13.
Menghindari
kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk
dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap
kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi
kata-kata asing, selain tidak informatife dan komunikatif, juga sangat
membingungkan khalayak.
14.
Pilihan
kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik
sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus
produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya
Setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan
pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
15.
Mengutamakan
kalimat aktif
Kalimat aktif lebih
mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat
pasif.
Contoh:
presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presiden.
pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, bukan diambilnya perhiasan itu
dari dalam almari pakaian oleh pencuri.
16. Menghindari kata atau istilah teknis
Bahasa jurnalistik
harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak memuat kening berkerut
apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan
menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kalaupun tidak bisa
terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan
dalam tanda kurung.
Contoh:
Berbagai istilah
teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi,
tidak akan dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan dimuat
dalam berita, laporan, atau tulisan pers.
17.
Tunduk
kepada kaidah etika
Salah satu fungsi
pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi
isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus
tampak pada bahasanya. Karena bahasa tidak saja mencerminkan pikiran seseorang
tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Sebagai
guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta
tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan
baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak
sopan, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial
budaya
agama.
D.
ETIKA
BAHASA JURNALISTIK
1.
Definisi
Etika
Secara etimologis,
etika berasal dari bahasa yunani, ethos, yang berarti watak kesusilan atau adat
kebiasaan.
Ada beberapa definisi
etika menurut para ahli, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria,
antara lain:
Menurut IR
Poedjawijatna, Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran
dan sebagai filsafat ia mencari keterangan benar yang sedalam-dalamnya. Sebagai
tugas tertentu bagi etika adalah mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku
manusia, etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik.
Menurut Ki Hajar
Dewantara, etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan
di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran
dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan
yang dapat merupakan perbuatan.
Menurut Austin
Fagothey, etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan
masyarakat sebagai antropolgi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politk dan
hukum. Perbedaan terletak pada aspek keharusan. Etika adalah ilmu pengetahuan
normatife yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar dari manusia,
dan dapat dimengerti oleh akal nurani.
Etika bahasa
jurnalistik menjadi pedoman setiap jurnalis atau para pengelola media massa
untuk memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa media massa. Teori
jurnalistik mengajarkan, bahasa media massa merupakan salah satu ragam bahasa
yang khas karena senantiasa dipadukan dengan karakteristik suatu media berikut
khalayaknya yang anonim dan sangat heterogen.
Pengertian Bahasa Indonesia EYD
Apakah bahasa jurnalistik merusak bahasa indonesia eyd ?
Pengertian Bahasa Indonesia EYD
Ejaan Yang Di Sempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Sejarah
Pada 23 Mei1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Daftar Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri Saleh Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu "Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Wikisource|Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan 1987 Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
* 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
* 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
* 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
* 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
* 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
* 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
* awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Menurut saya tidak karena Bahasa Jurnalistik masih menggunakan kata tutr yang benar dan masih mengunakan kata ejaan yang di sempurnakan oleh bahasa indonesia, bahasa jurnalistik ini merupakan bahasa yang tidak bertele-tele karena untuk meanarik, jelas, maupun lugas
Langganan:
Postingan (Atom)