Setiap hari kita
membaca berita surat kabar, tabloid, dan majalah. Kita mengikuti siaran berita
dari Radio. Setiap saat, kita menyaksikan tayangan televisi yang melaporkan
berbagai peristiwa yang terjadi diberbagai belahan bumi. Semua berita dan
laporan itu, disajikan dalam bahasa yang mudah kita pahami.
Dengan demikian,
bahasa yang digunakan para artis kita dalam tayangan-tayangan acara sinetron
atau kuis pada televisi, tidak termasuk ke dalam bahasa jurnalistik.
Berbeda dengan bahasa
sinetron yang sering asosial, akultural, egois dan elitis, bahasa jurnalistik
justru sangat demokratis dan populis. Disebut demokratis,
karena dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal istilah tingkat, pangkat, dan
kasta. Sebagai contoh, kucing makan, saya makan, guru makan,
dosen makan, gubernur makan, menteri makan, presiden makan,
Semua diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan
derajatnya. Disebut populis, karena bahasa jurnalistik menolak semua
klaim dan paham yang ingin membedakan si kaya dan si miskin, si tokoh dan si
awam, si pelajar dan si jelata, si pintar dan si bodoh, si terpelajar dan si
kurang ajar. Bahasa jurnalistik diciptakan untuk semua lapisan masyarakat di
kota dan di desa, di gunung dan di lembah, di darat dan di laut, tidak ada satu
pun kelompok masyarakat yang dianakemaskan atau dianaktirikan oleh bahasa
jurnalistik.
Secara etimologis,
jurnalistik berasal dari kata journ berarti catatan atau laporan harian.Secara
sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan berita
untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.
Onong Uchjana
Effendy, menyatakan jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola
berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada
khalayak.
AS Haris Sumadiria, mendefinisikan
jurnalistik itu sebagai sebuah kegiatan yang menyiapkan, mencari, mengumpulkan,
mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada
khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
“Jadi, jurnalistik dapat dipahami sebagai proses kegiatan meliputi, menghimpun,
mencari fakta, membuat dan menyebarluaskan peristiwa (news) dan pandangan
(views) kepada khalayak melalui saluran media massa.”
Seorang jurnalis senior dari
salah satu surat kabar tertua dan terkemuka di Indonesia menyebutkan, bahasa
ragam jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang
mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata popular yang
merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari, tidak menggunakan susunan
yang kaku formal dan sulit dicerna. Susunan kalimaat jurnalistik yang baik akan
menggunakan kata-kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana serta isi
pesannya. Bahkan nuansa yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu
diperhitungkan.
Seorang jurnalis harus
terampil berbahasa, keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu
keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking
skill), keterampilan membaca (reading skill), dan
keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan ini
sangat perlu dimiliki oleh seorang jurnalis, karena dengan
keterampilan-keterampilan tersebut seorang jurnalis dapat mendapatkan sebuah
berita yang akurat, terpercaya dan actual, sehingga berita tersebut mudah
dipahami oleh masyarakat luas. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.
Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan
pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik
dan banyak berlatih.
Peran bahasa sangat strategis seperti
ditegaskan oleh Benjamin L. Whorf, bahasa adalah pandu realitas social.
Pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda
pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula.
Ada beberapa defenisi bahasa jurnalistik
menurut para ahlinya, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria, sebagai
berikut:
a. Dalam pemahaman wartawan senior
terkemuka Rosihan Anwar, menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh wartawan
dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers adalah salah satu
ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat yang khas yaitu: singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik harus
menggunakan bahasa baku, memperhatikan ejaan yang benar, dan menggunakan kosa
kota yang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
b. Menurut S. Wojowasito dari IKIP Malang
dalam karya Latihan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (KLW PWI) di
Jawa Timur (1978), bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai
tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu
bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran
intelek yang minimal, sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat
menikmati isinya. Bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan
norma-norma tata bahasa yang terdiri atas susunan kalimat yang benar dan
pilihan kata yang cocok.
c. Menurut JS. Bdudu, bahasa
jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik.
Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media massa
dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Orang
tidak harus menghabiskan waktunya hanya untuk membaca surat kabar. Harus lugas,
tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa
yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar
itu.
“Dari beberapa pendapat di atas maka
bahasa jurnalistik dapat didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para
wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan,
memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan
yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami
isinya akan cepat ditangkap maknanya.”
B.
FUNGSI
BAHASA JURNALISTIK
Menurut pakar
jurnalistik, fungsi bahasa jurnalistik itu memiliki empat fungsi, yaitu:
1. Sarana ekspresi diri
Sarana ekspresi diri berfungsi untuk
menyatakan segala sesuatu yang ada di dalam dada kita
secara terbuka terhadap orang lain.
2. Sarana komunikasi
Sarana komunikasi
berfungsi sebagai saluran untuk merumuskan maksud, menyatakan perasaan dan
menciptakan kerja sama dengan sesama, bahasa jurnalistik mengatur aktivitas
kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan, menganalisis masa lalu
untuk memperoleh hasil yang berguna di masa sekarang dan masa depan.
3. Sarana integrasi dan adaptasi sosial
Sarana
integrasi dan adaptasi sosial berfungsi sebagai pemersatu antar kelompok
sosial, penunjang pembauran yang sempurna untuk setiap individu, bahasa
jurnalistik membantu orang-orang menyesuaikan diri dalam masyarakat.
4. Sarana kontrol sosial
Kontrol
sosial adalah usaha untuk memengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk
masyarakat.
C. KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK
Bahasa jurnalistik
memiliki ciri-ciri yang berbeda dari bahasa-bahasa yang lain, sebagai berikut:
1. Sederhana
1. Sederhana
Sederhana
Artinya selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak
diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang heterogen. Sehingga dengan kata
atau kalimat tersebut mudah dipahami khalayak.
Contoh :
Saya mengenakan
alas kaki saat pergi ke kampus (TIDAK UMUM)
Saya mengenakan sepatu
saat pergi ke kampus (UMUM)
Contoh 2 :
Saya menbeli balpoint
ke warung (TIDAK UMUM)
Saya membeli pulpen ke warung
(UMUM)
Orang-orang lebih menggunakan
kata pulpen untuk digunakan, dari pada balpoint, begitu juga dengan alas kaki,
yang mudah dipahami adalah kata sepatu, atau sandal.
2. Singkat
Singkat
berarti langsung kepada pokok permasalahan (to the point), tidak
bertele-tele dan tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang
sangat berharga.
Contoh :
Pedagang itu
mengalami kerugian besar
Pedagang
itu rugi besar
Harga premium
mengalami penurunan
Harga
premium turun
disingkat
disingkat
menjadi
|
Baju Ardi tidak bersih
Baju
Ardi kotor
Dewi memakai
jilbab
Dewi
Berjilbab
Ia mempunyai penilaian
berbeda
Ia Mempunyai
pendapat
3. Padat
3. Padat
Mencari kata yang
bisa memadat kalimat.
Menjadi
|
Contoh :
Menjadi
|
Tidak untung rugi
Menjadi
|
Petani sulit mendapatkan
pupuk
Petani langka pupuk
Menjadi
|
Yusril siap
mencalonkan diri menjadi Presiden Yusril siap jadi
presiden
Presiden pergi ke London menggunakan pesawat
terbang Presiden terbang ke London.
4. Lugas
4. Lugas
Artinya
bahasa yang digunakan haruslah tegas, jelas alias to the point(langsung
pada pokok pembahasan), tidak ada yang disembunyikan. Biasanya penggunaan
bahasa yang tidak lugas terdapat pada lirik-lirik lagu.
Contoh :
Aku mencoba berpaling pada makhluk indah lainnya, namun aku tak bias
5. Jelas
5. Jelas
Artinya mudah ditangkap
maksudnya, tidak baur atau kabur
Harusnya
|
Contoh :
Seminar itu hasilnya
dipublikasikan Hasil
seminar itu dipublikasikan
Harusnya
|
Obat itu khasiatnya sangat
bagus
Khasiat obat itu sangat bagus
6. Jernih
6. Jernih
Artinya tidak menyembunyikan
makna lain
Contoh :
Karna tidak membayar SPP, Dhoni dikartu merah oleh pihak sekolah.
Menjadi
Karna tidak membayar SPP,
Dhoni “dikartu merah” oleh pihak sekolah.
Berbeda dengan makna
kata kartu merah berikut ini :
C.Ronaldo mendapatkan
kartu merah pada menit ke sembilan (kata kartu merah tersebut mutlak sebuah
karti berwarna merah)
(karna
kata kartu merah pada kalimat tersebut memiliki makna lain, maka kata kartu
merah mesti memakai tanda petik.
7. Menarik
7. Menarik
Artinya mampu
membangkitkan minat dan perhatian pembaca, memicu selera pembaca.
Contoh :
Persib mengalahkan persija (bahasanya
diganti agar lebih menarik. menjadi Persib membantai persija
8. Demokratis
8. Demokratis
Bisa juga disebut bahasa yang
egaliter, yaitu memberlakukan semua orang sama
Tidak
|
Contoh :
Menurut Haris” …(√ ) Menurut
Pak Haris”….(X) (walaupun dalam lingkungan sehari-hari Pak haris adalah Bapak
atau Dosen kita sekali pun.)
9. Populis
9. Populis
Bahasa
jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan
masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis, yaitu bahasa yang hanya dimengerti
dan dipahami oleh segelintir kecil orang saja terutama karena berpendidikan dan
berkedudukan tinggi.
Biasanya bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang teknik ilmiah, atau kata-kata sandi yang digunakan hanya pada kalangan kelompok, lapisan atau bahkan geng tertentu.
Biasanya bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang teknik ilmiah, atau kata-kata sandi yang digunakan hanya pada kalangan kelompok, lapisan atau bahkan geng tertentu.
Contoh :
koab komah
kojal koal(geng pak Asep)
Hukuman yang
diterimanya merupakan konsekuensi dari kesalahannya
Menurut hipotosa
saya, pembangunan PLTSa tidak perlu dilakukan
10.
Logis
Bahasa yang digunakan
harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat
Contoh :
Jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang,
namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor. (jawabannya tentu saja
sangat tidak logis, karna mana mungkin korban yang sudah tewas bisa melapor?.
11.
Gramatikal
Artinya
kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus
mengikuti kaidah tata bahasa baku, yaitu bahasa resmi sesuai dengan ketentuan
tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan.
Contoh :
Ia bilang (non baku/TIDAK
GRAMATIKAL)
Ia
mengatakan (baku /GRAMATIKAL)
12.
Menghindari
kata tutur
Kata
tutur Yaitu kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara
informal. Kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal,
bus kota, atau dipasar. Kata tutur hanya menekankan pada pengertian, sama
sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata
tutur: bilang, dibilangin, bikin, dikasih tahu, kayaknya,
mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin dan
lain-lain.
Contoh :
Harga
kopi tersebut Rp. 1500 (X)
Harga kopi
itu seribu lima ratus rupiah (√ )
13.
Menghindari
kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk
dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap
kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi
kata-kata asing, selain tidak informatife dan komunikatif, juga sangat
membingungkan khalayak.
14.
Pilihan
kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik
sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus
produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya
Setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan
pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
15.
Mengutamakan
kalimat aktif
Kalimat aktif lebih
mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat
pasif.
Contoh:
presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presiden.
pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, bukan diambilnya perhiasan itu
dari dalam almari pakaian oleh pencuri.
16. Menghindari kata atau istilah teknis
Bahasa jurnalistik
harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak memuat kening berkerut
apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan
menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kalaupun tidak bisa
terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan
dalam tanda kurung.
Contoh:
Berbagai istilah
teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi,
tidak akan dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan dimuat
dalam berita, laporan, atau tulisan pers.
17.
Tunduk
kepada kaidah etika
Salah satu fungsi
pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi
isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus
tampak pada bahasanya. Karena bahasa tidak saja mencerminkan pikiran seseorang
tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Sebagai
guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta
tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan
baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak
sopan, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial
budaya
agama.
D.
ETIKA
BAHASA JURNALISTIK
1.
Definisi
Etika
Secara etimologis,
etika berasal dari bahasa yunani, ethos, yang berarti watak kesusilan atau adat
kebiasaan.
Ada beberapa definisi
etika menurut para ahli, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria,
antara lain:
Menurut IR
Poedjawijatna, Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran
dan sebagai filsafat ia mencari keterangan benar yang sedalam-dalamnya. Sebagai
tugas tertentu bagi etika adalah mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku
manusia, etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik.
Menurut Ki Hajar
Dewantara, etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan
di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran
dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan
yang dapat merupakan perbuatan.
Menurut Austin
Fagothey, etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan
masyarakat sebagai antropolgi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politk dan
hukum. Perbedaan terletak pada aspek keharusan. Etika adalah ilmu pengetahuan
normatife yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar dari manusia,
dan dapat dimengerti oleh akal nurani.
Etika bahasa
jurnalistik menjadi pedoman setiap jurnalis atau para pengelola media massa
untuk memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa media massa. Teori
jurnalistik mengajarkan, bahasa media massa merupakan salah satu ragam bahasa
yang khas karena senantiasa dipadukan dengan karakteristik suatu media berikut
khalayaknya yang anonim dan sangat heterogen.
Pengertian Bahasa Indonesia EYD
Apakah bahasa jurnalistik merusak bahasa indonesia eyd ?
Pengertian Bahasa Indonesia EYD
Ejaan Yang Di Sempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Sejarah
Pada 23 Mei1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Daftar Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri Saleh Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu "Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Wikisource|Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan 1987 Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
* 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
* 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
* 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
* 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
* 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
* 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
* awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Menurut saya tidak karena Bahasa Jurnalistik masih menggunakan kata tutr yang benar dan masih mengunakan kata ejaan yang di sempurnakan oleh bahasa indonesia, bahasa jurnalistik ini merupakan bahasa yang tidak bertele-tele karena untuk meanarik, jelas, maupun lugas