Rabu, 25 September 2013

bahasa jurnalistik



A. Arti Bahasa Jurnalistik


Setiap hari kita membaca berita surat kabar, tabloid, dan majalah. Kita mengikuti siaran berita dari Radio. Setiap saat, kita menyaksikan tayangan televisi yang melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi diberbagai belahan bumi. Semua berita dan laporan itu, disajikan dalam bahasa yang mudah kita pahami.
Dengan demikian, bahasa yang digunakan para artis kita dalam tayangan-tayangan acara sinetron atau kuis pada televisi, tidak termasuk ke dalam bahasa jurnalistik.
                        Berbeda dengan bahasa sinetron yang sering asosial, akultural, egois dan elitis, bahasa jurnalistik justru sangat demokratis dan populis. Disebut demokratis, karena dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal istilah tingkat, pangkat, dan kasta. Sebagai contoh, kucing makan, saya makan, guru makan, dosen makan, gubernur makan, menteri makan, presiden makan, Semua diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan derajatnya. Disebut populis, karena bahasa jurnalistik menolak semua klaim dan paham yang ingin membedakan si kaya dan si miskin, si tokoh dan si awam, si pelajar dan si jelata, si pintar dan si bodoh, si terpelajar dan si kurang ajar. Bahasa jurnalistik diciptakan untuk semua lapisan masyarakat di kota dan di desa, di gunung dan di lembah, di darat dan di laut, tidak ada satu pun kelompok masyarakat yang dianakemaskan atau dianaktirikan oleh bahasa jurnalistik.
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ berarti catatan atau laporan harian.Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik  adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan berita untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.
Onong Uchjana Effendy, menyatakan jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak.
                        AS Haris Sumadiria, mendefinisikan jurnalistik itu sebagai sebuah kegiatan yang menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
            “Jadi, jurnalistik dapat dipahami sebagai proses kegiatan meliputi, menghimpun, mencari fakta, membuat dan menyebarluaskan peristiwa (news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media massa.”
                        Seorang jurnalis senior dari salah satu surat kabar tertua dan terkemuka di Indonesia menyebutkan, bahasa ragam jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata popular yang merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari, tidak menggunakan susunan yang kaku formal dan sulit dicerna. Susunan kalimaat jurnalistik yang baik akan menggunakan kata-kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana serta isi pesannya. Bahkan nuansa yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.
                        Seorang jurnalis harus terampil berbahasa, keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill), dan keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan ini sangat perlu dimiliki oleh seorang jurnalis, karena dengan keterampilan-keterampilan tersebut seorang jurnalis dapat mendapatkan sebuah berita yang akurat, terpercaya dan actual, sehingga berita tersebut mudah dipahami oleh masyarakat  luas. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik dan banyak berlatih.
                        Peran bahasa sangat strategis seperti ditegaskan oleh Benjamin L. Whorf, bahasa adalah pandu realitas social. Pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula.
                        Ada beberapa defenisi bahasa jurnalistik menurut para ahlinya, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria, sebagai berikut:
a.       Dalam pemahaman wartawan senior terkemuka Rosihan Anwar, menyatakan bahwa bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers adalah salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat yang khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik harus menggunakan bahasa baku, memperhatikan ejaan yang benar, dan menggunakan kosa kota yang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
b.      Menurut S. Wojowasito dari IKIP Malang dalam karya  Latihan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (KLW PWI) di Jawa Timur (1978), bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal, sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang terdiri atas susunan kalimat yang benar dan pilihan kata yang cocok.
c.       Menurut  JS. Bdudu, bahasa jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media massa dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya untuk membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar itu.
“Dari beberapa pendapat di atas maka bahasa jurnalistik dapat didefinisikan sebagai bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya akan cepat ditangkap maknanya.” 

B.     FUNGSI BAHASA JURNALISTIK

Menurut pakar jurnalistik, fungsi bahasa jurnalistik itu memiliki empat  fungsi, yaitu:
1.      Sarana ekspresi diri
                                    Sarana ekspresi diri berfungsi untuk menyatakan segala sesuatu yang ada di  dalam dada kita secara terbuka terhadap orang lain.
2.      Sarana komunikasi
                        Sarana komunikasi berfungsi sebagai saluran untuk merumuskan maksud, menyatakan perasaan dan menciptakan kerja sama dengan sesama, bahasa jurnalistik mengatur aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan, menganalisis masa lalu untuk memperoleh hasil yang berguna di masa sekarang dan masa depan.
3.      Sarana integrasi dan adaptasi sosial
                        Sarana integrasi dan adaptasi sosial berfungsi sebagai pemersatu antar kelompok sosial, penunjang pembauran yang sempurna untuk setiap individu, bahasa jurnalistik membantu orang-orang menyesuaikan diri dalam masyarakat.
4.      Sarana kontrol sosial
                        Kontrol sosial adalah usaha untuk memengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk masyarakat.

C.    KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK

Bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri yang berbeda dari bahasa-bahasa yang lain, sebagai berikut:
1.      Sederhana
Sederhana Artinya selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang heterogen. Sehingga dengan kata atau kalimat tersebut mudah dipahami khalayak.
                          Contoh :
 Saya mengenakan alas kaki saat pergi ke kampus (TIDAK UMUM)
                         Saya mengenakan sepatu saat pergi ke kampus (UMUM)
                        Contoh 2 :
                        Saya menbeli balpoint ke warung (TIDAK UMUM)
                        Saya membeli pulpen ke warung (UMUM)
                        Orang-orang lebih menggunakan kata pulpen untuk digunakan, dari pada balpoint, begitu juga dengan alas kaki, yang mudah dipahami adalah kata sepatu, atau sandal.
2.      Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok permasalahan (to the point), tidak bertele-tele dan tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga.
Contoh :
Pedagang itu mengalami kerugian besar                           Pedagang itu rugi besar
Harga premium mengalami penurunan                             Harga premium turun
disingkat
disingkat

menjadi

Baju Ardi tidak bersih                                                                  Baju Ardi kotor   
Dewi memakai jilbab                                                                   Dewi Berjilbab  
  Ia mempunyai penilaian berbeda                                               Ia Mempunyai pendapat       

3.      Padat
             Mencari kata yang bisa memadat kalimat.
Menjadi
           Contoh :
Menjadi
Tidak untung rugi
Menjadi
 Petani sulit mendapatkan pupuk                                            Petani langka pupuk 
Menjadi
Yusril siap mencalonkan diri menjadi Presiden                      Yusril siap jadi presiden    
Presiden pergi ke London menggunakan pesawat terbang     Presiden terbang ke London.
4.      Lugas
         Artinya bahasa yang digunakan haruslah tegas, jelas alias to the point(langsung pada pokok pembahasan), tidak ada yang disembunyikan. Biasanya penggunaan bahasa yang tidak lugas terdapat pada lirik-lirik lagu.
            Contoh :
            Aku mencoba berpaling pada makhluk indah lainnya, namun aku tak bias
            5.      Jelas

                        Artinya mudah ditangkap maksudnya, tidak baur atau kabur
Harusnya
           Contoh :

             Seminar itu hasilnya dipublikasikan                   Hasil seminar itu dipublikasikan
Harusnya
 
Obat itu khasiatnya sangat bagus                                     Khasiat obat itu sangat bagus
6.      Jernih

                        Artinya tidak menyembunyikan makna lain
            Contoh :
           Karna tidak membayar SPP, Dhoni dikartu merah oleh pihak sekolah.  
Menjadi

                        Karna tidak membayar SPP, Dhoni “dikartu merah” oleh pihak sekolah.
Berbeda dengan makna kata kartu merah berikut ini :
C.Ronaldo mendapatkan kartu merah pada menit ke sembilan (kata kartu merah tersebut mutlak sebuah karti berwarna merah)
(karna kata kartu merah pada kalimat tersebut memiliki makna lain, maka kata kartu merah mesti memakai tanda petik.
7.       Menarik

Artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian pembaca, memicu selera pembaca.
                        Contoh :
           Persib mengalahkan persija (bahasanya diganti agar lebih menarik. menjadi  Persib membantai persija
8.      Demokratis

                        Bisa juga disebut bahasa yang egaliter, yaitu memberlakukan semua orang sama
Tidak
            Contoh :
            Menurut Haris” …(√ )                         Menurut Pak Haris”….(X) (walaupun dalam lingkungan sehari-hari Pak haris adalah Bapak atau Dosen kita sekali pun.)
9.      Populis

Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis, yaitu bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami oleh segelintir kecil orang saja terutama karena berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
Biasanya bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang teknik ilmiah, atau kata-kata sandi yang digunakan hanya pada kalangan kelompok, lapisan atau bahkan geng tertentu.
                        Contoh :
                        koab komah kojal koal(geng pak Asep)
                        Hukuman yang diterimanya merupakan konsekuensi dari kesalahannya
                        Menurut hipotosa saya, pembangunan PLTSa tidak perlu dilakukan
             10.   Logis

Bahasa yang digunakan harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat
                        Contoh :
                        Jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang, namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor. (jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karna mana mungkin korban yang sudah tewas bisa melapor?.
11.  Gramatikal
Artinya kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku, yaitu bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan.
                        Contoh :
                        Ia bilang (non baku/TIDAK GRAMATIKAL)
                        Ia mengatakan (baku /GRAMATIKAL)
12.  Menghindari kata tutur
Kata tutur Yaitu kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau dipasar. Kata tutur hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dibilangin, bikin, dikasih tahu, kayaknya, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin dan lain-lain.
                        Contoh :
                        Harga kopi tersebut Rp. 1500  (X)
                        Harga kopi itu seribu lima ratus rupiah (√ )

13.  Menghindari kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatife dan komunikatif, juga sangat membingungkan khalayak.

14.  Pilihan kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya  Setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak.
15.  Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. 
                        Contoh:
                         presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presiden.
            pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, bukan diambilnya perhiasan itu dari    dalam almari pakaian oleh pencuri.
16.  Menghindari kata atau istilah teknis
Bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak memuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kalaupun tidak bisa terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
Contoh:
Berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers.
17.  Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Karena bahasa tidak saja mencerminkan pikiran seseorang tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama.
                 
D.    ETIKA BAHASA JURNALISTIK

1.      Definisi Etika
Secara etimologis, etika berasal dari bahasa yunani, ethos, yang berarti watak kesusilan atau adat kebiasaan.
Ada beberapa definisi etika menurut para ahli, yang saya kutip dari bukunya AS Haris Sumadiria, antara lain:
Menurut IR Poedjawijatna, Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan benar yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika adalah mencari ukuran baik-buruknya bagi tingkah laku manusia, etika hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik.
Menurut Ki Hajar Dewantara, etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.
Menurut Austin Fagothey, etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai antropolgi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politk dan hukum. Perbedaan terletak pada aspek keharusan. Etika adalah ilmu pengetahuan normatife yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar dari manusia, dan dapat dimengerti oleh akal nurani.     
Etika bahasa jurnalistik menjadi pedoman setiap jurnalis atau para pengelola media massa untuk memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa media massa. Teori jurnalistik mengajarkan, bahasa media massa merupakan salah satu ragam bahasa yang khas karena senantiasa dipadukan dengan karakteristik suatu media berikut khalayaknya yang anonim dan sangat heterogen.

Pengertian Bahasa Indonesia EYD


Ejaan Yang Di Sempurnakan

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Sejarah 

Pada 23 Mei1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Daftar Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri Saleh Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu "Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Revisi 1987

Wikisource|Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan 1987 Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.

Revisi 2009

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Perbedaan dengan ejaan sebelumnya

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
* 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
* 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
* 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
* 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
* 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
* 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
* awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Apakah bahasa jurnalistik merusak bahasa indonesia eyd ?

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

Menurut saya tidak karena Bahasa Jurnalistik masih menggunakan kata tutr yang benar dan masih mengunakan kata ejaan yang di sempurnakan oleh bahasa indonesia, bahasa jurnalistik ini merupakan bahasa yang tidak bertele-tele karena untuk meanarik, jelas, maupun lugas