Transgender
Dalam
kehidupan dewasa ini banyak masalah-masalah islam kontemporer yang disebabkan
beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosial yang mana faktor ini biasanya diperbincangkan dan
menjadi berita terhangat dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sebagain individu yang
merasakan adanya ketidaksamaan dalam pemberian sikap masyarakat terhadap
dirinya sendiri. Inilah yang terjadi pada transgender dan operasi kelamin.
Mereka yang memiliki dan melakukan hal itu merasa tersudutkan karena masyarakat
menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan menurut asumsi mereka telah
melanggar.
Transgender adalah orang yang cara berperilaku atau penampilannya tidak
sesuai dengan peran gender pada umumnya. Transgender adalah orang yang dalam
berbagai level “melanggar” norma kultural mengenai bagaimana seharusnya pria
dan wanita itu. Seorang wanita, misalnya, secara kultural dituntut untuk lemah
lembut. Kalau pria yang berkarakter demikian, itu namanya transgender.
Transgender ada pula yang mengenakan pakaian lawan jenisnya, baik sesekali
maupun rutin. Perilaku transgenderlah, yang mungkin membuat beberapa orang
mengganti jenis kelaminnya, seperti pria berganti jenis kelamin menjadi wanita,
begitu pula sebaliknya.
Banyak hal-hal tersembunyi dari
kedua hal tersebut yang belum dipaparkan secara jelas mengapa dan bagaimana
mereka melakukan hal yang melanggar tersebut. Dari sinilah akar permasalahan
mulai timbul dan bagaimana solusi yang tepat untuk bisa menjadikan semua
kehidupan masyarakat berjalan seperti biasa tanpa adanya diskriminasi kepada
mereka.
Transeksual dapat diakibatkan faktor
bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya
pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki
berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual
yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis
kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki
kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan
lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci
persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga
bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi perbaikan
atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir
memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang
atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda,
yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin
(penis dan vagina)
Pertama: Masalah
seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu
penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi
dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam
untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan
fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980
tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini
sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis
kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil
yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab
Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia
di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya
dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani
hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119.
Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Al-Shawi, Al-Khazin
(I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi
(III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena
termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu
seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan
sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus
(seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan
sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang
meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur)
giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.”
(HR. Al-Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh
karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang
penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan
spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama
diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang
yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina,
maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan
dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini
merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam
bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa
orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan
psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan
masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan
diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme.
Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.:
“Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari
hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan
berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan
“Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi
menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang
dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah
wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit
kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit
ketuaan.” (HR. Ahmad)
Apabila seseorang
mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk
memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan
salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina,
sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium
yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia
boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian
mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena
keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa
mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak
dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki
maupun dari segi kehidupan sosialnya.
Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan)
tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan
menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya.
Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan
dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan
vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak
boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian
dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan
menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya
sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki
vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat
rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan
kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan
mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa
tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
Pergantian atau operasi pergantian yang dilakukan terhadap orang yang
normal organ kelaminnya maka hukumnya adalah HARAM atau sangat tidak dibolehkan
oleh syariat Islam, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang hak. Karena
telah dijelaskan didalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, An-Nisa ayat 119,
dan juga hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Dan yang diperbolehkan dalam syariat
Islam adalah operasi perbaikan atau penyempurnaan organ kelamin terhadap orang
yang cacat kelamin demi terciptanya kemaslahatan, dan juga untuk menghilangkan
bahaya yang ditimbulkan. Serta perbaikan atau penyempurnaan terhadap orang
memiliki organ kelamin ganda, maka diwajibkan untuk mematikan salah satu organ
kelamin sesuai organ kelamin didalamnya, karena bermanfaat untuk
memperjelas status dan menghilangkan kelainan psikis dan social agar
tidak terjerumus kedalam hal yang menyesatkan dan dosa.