Minggu, 24 Mei 2015

Prostitusi Seks



Ketika Pekerja Seks Bersuara Di Media Sosial

          Perkembangan media sosial yang begitu pesat menjadi wandah tanpa batas bagi siapa pun beratnya menjadi pertemuan orang dari belahanan mana pun, seperti terminal dan begitu bebas ini juga yang kemudian mengubah gaya komunikasi masyarakat.

          Kata-kata yang muncul pada biodata akun jejaring sosial seorang PSK tu hanyalah sekelumit dari pernyataan sikap ratusan perempuan berprofesi serupa yang memunculkan tanda pagar #facesofprostitution di jagat Twitter

           Tagar itu diciptakan Tilly Lawless, seorang PSK berusia 21 tahun, pada akun Instagram miliknya, 29 Maret lalu. Penyandang gelar sarjana bidang sejarah itu merespons artikel majalah perempuan Australia, Mamamia, yang khusus membahas nasib PSK guna memperingati 25 tahun dirilisnya film Pretty Woman.

          Tilly Lawless mengaku marah dengan isi artikel tersebut yang ‘menyamaratakan semua PSK’ dan ‘membayangkan profesi PSK sebagai sesuatu yang membahayakan’.

Didorong oleh kemarahannya, Tilly memutuskan untuk menampilkan foto dirinya pada jejaring Instagram untuk menunjukkan wajah lain prostitusi. Tilly mengaku telah bekerja sebagai PSK di Sydney secara legal sejak dua bulan lalu.
Beberapa saat kemudian, Tilly dihubungi Scarlett Alliance, Asosiasi Pekerja Seks Australia. Lembaga itu meminta Tilly memunculkan tagar khusus di Twitter.

Menyebar Luas

          Dalam tempo singkat, #facesofprostitution menyebar luas dan dipakai sebagai pernyataan sikap para PSK di Australia. Mereka mengunggah foto wajah mereka secara terang-terangan di Twitter, bahkan ada yang untuk pertama kali mengaku berprofesi sebagai PSK.

“Saya benar-benar kaget dan gembira,” ujar Tilly kepada BBC. Sebab, menurutnya, “PSK amat jarang diperlakukan sebagai manusia dan kerap kali hanya tubuh kami yang dibicarakan. Namun, menaruh wajah kami di media sosial pengaruhnya sungguh kuat.”
Senada dengan Tilly, Holly, yang juga berprofesi sebagai PSK, mengaku amat keberatan dengan foto yang sering dipakai untuk menggambarkan nasib PSK, yakni foto-foto perempuan asal Eropa Timur korban perdagangan manusia. “Itu bukan wajah kami, bukan pengalaman hidup kami,” kata Holly kepada BBC. “Artikel itu menggunakan argumentasi perdagangan manusia untuk membungkam suara kami dan pada saat bersamaan membungkam suara-suara para korban perdagangan,” timpal Madison Messina, seorang PSk di Australia.

Menghapus Perbudakan Seks

          Tulisan yang membandingkan nasib para PSK dengan tokoh PSK dalam film Pretty Woman, pertama kali muncul pada situs organisasi Kristen bernama Exodus Cry. Pada situs daringnya, organisasi itu menyatakan berkomitmen menghapuskan perbudakan seks.

Adapun penulis tulisan tersebut ialah Laila Mickelwait. Dia menyatakan film Pretty Woman telah membujuk perempuan-perempuan muda ke dunia pelacuran yang membuat mereka mengalami pelecehan dan trauma.
Meski dihadapkan pada argumentasi Tilly Lawless dan tagar #facesofprostitution, Mickelwait mengatakan kepada BBC bahwa dia tetap dengan pendiriannya. Bahkan menurutnya, legalisasi prostitusi justru menciptakan perdagangan manusia bertumbuh subur.

“Hanya karena ada segelintir perempuan dan pria yang mengunggah foto di Twitter dan mengatakan profesi mereka memberi kekuatan, tidak berarti industri seks benar. Mereka punya suara, tapi suara mereka ialah suara minoritas yang punya keistimewaan beredar di Twitter dan bisa mengunggah segala macam foto,” kata Mickelwait.

Dengan tertangkapnya beberapa nama prostitusi seks maka terbongkarlah sebagian kecil dari tabir misteri prostitusi dikalangan artis dan semakin menjelaskan bahwa gosip-gosip yang selama ini disanggah ternyata memang benar apa adanya, prostitusi mungkin sudah sejak lama masuk kedalam dunia hiburan tanah air. Kini tinggal bagaimana pihak Kepolisian mengembangkan kasus prostitusi “papan atas” ini mengingat pekerja seks dengan besaran angka 200 merupakan nama yang sangat banyak dimana perlu dijelaskan kepada masyarakat siapa-siapa saja mereka. Kiranya jangan sampai dari 200 nama ini justru menguap entah kemana sehingga semakin menambah kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya prostitusi.

Praktek prostitusi “papan atas” ini pun Penulis kira juga bisa digunakan oleh institusi lainnya dengan memanfaatkan celah informasi bisnis haram ini, mengingat besaran tarif yang luar biasa banyaknya memungkinkan bukan sembarangan orang yang menggunakan jasa para pekerja seks tersebut. Selayaknya kalimat berkata “uang panas larinya ke hal-hal yang panas pula” maka kiranya perlu ditelusuri lebih dalam siapa-siapa saja mereka dimana bisa saja uang yang digunakan tersebut merupakan hasil korupsi maupun bisnis narkoba atau lainnya. Kita tunggu saja informasi terbaru dari penelusuran prostitusi “papan atas” ini bagaimananya. 

2 komentar:

  1. Bolavita Agen Judi Online Terlengkap Dan Terbesar Di Indonesia
    Ayo Pilih Dan Mainkan Games Favoritmu
    Banyak Promo Dan Bonus Setiap Hari
    Daftar Sekarang Juga

    Mari Kunjungin Segera Website kami :
    www(titik)bolavita(titik)vip
    www(titik)sateayam(titik)club
    www(titik)pokervita(titik)live

    Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
    Live Chat Online 24 JAM NONSTOP !!!
    WA : +628122222995
    Pin BBM : BOLAVITA / D8C363CA (NEW)



    BalasHapus
  2. Didorong oleh kemarahannya, Tilly memutuskan untuk menampilkan foto dirinya pada jejaring Instagram untuk menunjukkan wajah lain prostitusi
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    BalasHapus